Flash Banner

INVESTASI CUMA RP 10.000,-

Sabtu, 21 Desember 2013

Tidak ada Sabtu-MInggu (cerita “Sampah” part 1)


oleh Susi M.

Dia adalah bapak Giono (55tahun) kepala TPS Dinoyo yang berada di jalan simpang gajayana. Sehari-hari pekerjaan beliau adalah pergi ke TPS ini untuk mengawasi, mengatur dan bekerja merapikan sampah serta juga mengayomi orang-orang yang juga bekerja disana. Sebelum bercerita panjang lebar saya akan sedikit menjelaskan biografi beliau. Beliau ini ini adalah seorang PNS setelah bekerja hampir 30 tahun dengan sampah, diangkat menjadi PNS pada tahun 2002 dengan ijazah SMPnya, beliau mempunyai 1 anak dengan istri pertamanya dan 2 anak dengan istri keduanya, namun bapak ini tidak berpoligami. Ia bertempat tinggal di Kebon Agung, malang. 

Tak ada hari sabtu-minggu untuk bapak yang setiap hari berkutat dengan sampah ini, dengan kata lain tidak ada hari libur untuk pekerjaannya. Bukan hanya beliau sih, semua yang bekerja mencari sampah tidak ada hari liburnya: setiap hari mencari sampah. Tidak bisa dibayangkan ketika para pekerja pencari sampah ini ingin mengajukan libur sabtu-minggu, atau minggu saja, sudah berapa banyak sampah yang tak terurus. Bisakah kita manusia libur untuk tidak memproduksi sampah?


Beruntunglah kita mempunyai orang-orang yang peduli sampah seperti mereka, bisa saja mereka tidak mencari sampah satu hari dalam satu minggu, tetapi ternyata tidak, mereka yang saya temui adalah orang-orang yang sergep karena tidak ingin libur satu hari sekalipun (untuk orang-orang yang memaknai kerjanya bukan sekedar untuk mencari uang), namun hanya jam kerjanya saja yang dibatasi. Setiap hari mereka bekerja dengan hitungan 3 kali gerobak sampah yang dicari, namun dihari minggu hanya 2 kali. 

Ketika saya bertanya suka-dukanya pekerjaan ini, ia menjawab “ya pintar-pintar ja mbak ngambil hati mereka, pekerjaan ini kan gajinya kecil dan juga diantara kita gajinya juga tidak sama, ya pintar-pintar ja mbak, jadi kita kerja dengan guyon, seneng-seneng gitu mbak, jadi gak ada beban”. Saat itu saya ingat bahwa ada beberapa pekerja yang tidak memakai seragam, dan saya bertanya “apa bedanya pak yang pakai seragam dengan yang tidak?”, ternyata bapak Giono tidak membedakan-bedakan mereka, dan sekarang saya tahu alasannya: untuk menghargai mereka.

Mengapa ada perbedaan gaji diantara mereka? Bisa saya jelaskan ternyata pengelolaan sampah tidak hanya terpusat dari pemerintah daerah saja, namun juga dari kelurahan dan RW. Mereka yang terdaftar di RW gajinya 4ribu perbulan dan yang terdaftar di pusat (pemda) mendapat gaji 1juta (belum menjadi PNS), dan mereka yang menjadi PNS tentulah kita tahu bahwa gajinya lebih dari 2juta.

Jadi,  harapan kedepan yang bisa saya ungkapkan adalah semoga tidak ada sikap yang merugikan untuk orang-orang seperti mereka, ada penghormatan khusus untuk mereka, semoga kita tidak memandang mereka sebagai orang-orang kelas bawah. Dan doa untuk mereka, semoga selalu ada kebaikan untuk kebaikan mereka.

3 komentar:

  1. "bisakah kita libur untuk menghasilkan sampah?"
    gua suka gaya bicara lo *kedip2*

    BalasHapus
  2. menarik... haha
    cerita tentang orang-orang yang ada di akar, ketika yang lain sibuk dengan berebut kedudukan di atas. dalam pengap dan gelap ia tetap bekerja, agar sebuah pohon tetap berdiri.
    semoga pak Giono tetap di beri kesehatan..:)

    BalasHapus
  3. menarik.....
    cerita tentang orang-orang yang ada di akar. disaat semua sibuk dengan berebut kedudukan di atas daun. mereka tetap berketeguhan bekerja dalam pengap dan gelap, agar sebuah pohon yang bernama Indonesia tetap berdiri.:)

    BalasHapus