Flash Banner

INVESTASI CUMA RP 10.000,-

Rabu, 06 Februari 2013

EMOSI DAN MOTIVASI


MAKALAH
Tugas matakuliah Pengantar Psikologi
Yang dibina oleh Bapak Yoyon Supriyono, M.Psi.

Oleh
Susi Mardiyanti                                   125110800111021
Atiqotu Maulaya                                 125110800111001
Diah Ayu Safitri                                 125110800111002
Jefri Arizona                                       125110800111020



PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
September 2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Kita sering kali salah mengartikan tentang suatu kata yang mengandung makna ambigu. Emosi sering diartikan sebagian orang dalam bentuk kemarahan. Padahal yang sebernanya terjadi bukan seperti itu,  tapi pemakaian kata emosi dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi seperti itu. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, masyarakat sekarang ini sudah semakin mengerti dengan penggunaan kata emosi.
Kata emosi, lain orang lain pandangan dalam cara mengartikan begitu pula para ahli banyak perbedaan dalam hal pengartian, pengelompokan emosi dan sebagainya meskipun tidak memcolok. Tapi disini, kami mengambil sumber yang cukup banyak sehingga para pembaca bisa mengambil kesimpulan secara pribadi dari sumber-sumber yang kami kumpulkan. Lain halnya dengan kata motivasi, bila berbicara kata itu, semua orang pasti sudah mmengetahui hal yang berhubungan dengan itu. Kami juga akan berupaya untuk mengaitkan hal itu, sehingga para pembaca bisa menarik benang merah dari kedua kata tadi.
Setiap orang pasti memiliki emosi sama halnya anak kecil tapi dengan taraf kestabilan yang berbeda dengan orang dewasa pada umumnya. Emosi ini mempunyai bentuk yang berubah-ubah, kadang bersifat negatif dan juga bersifat positif. Kata seorang  Jalaluddin Rakhmat (1994), ‘emosi memberikan bumbu kepada kehidupan; tanpa emosi, hidup ini kering dan gersang’. Sebenarnya emosi itu bisa dikendalikan oleh kesadaran kita. Karena emosi itu milik kita, bukan kita yang dimiliki oleh emosi. Seseorang yang terbawa emosi sampai larut itu biasanya terjadi pada keadaan yang tidak sadar sepenuhnya. Dan motivasi adalah salah satu pengendali emosi.

1.2  Rumusan masalah
Pada penulisan makalah ini tentu mempunyai pokok bahasan. Pokok bahasan tersebut tertuang dalam rumusan masalah sebagi berikut:
1.      Apa hakikat dari Emosi?
2.      Bagaimana macam-macam teori tentang emosi?
3.      Bagaimana terjadinya perkembangan emosi?
4.      Apa yang disebabkan dari gangguan emosi?
5.      Bagaimana bentuk macam-macam emosi?
6.      Apa pengertian dari motivasi?
7.      Bagaimana dengan pendapat lingkaran motivasi?
8.      Bagaimana pendapat teori kebutuhan menurut Maslow?
9.      Bagaimana hubungan antara emosi dan motivasi?
10.  Bagaimana cara untuk mengendalikan emosi?

1.3  Tujuan dan Manfaat Pambahasan
Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan pengatahuan tentang emosi dan motivasi.
Manfaat
Bagi praktisi pendidikan,  dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan tentang emosi dan motivasi.
Bagi penyusun makalah selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan referansi dalam pembuatan makalah-makalah yang berkaitan dengan emosi dan motivasi.

1.4 Metode Pembahasan
 Jenis Tulisan
Tulisan ini menggunakan library search atau yang juga dikenal dengan istilah metode studi pustaka, yakni menggunakan sumber-sumber buku dan sumber website yang relevan dengan materi yang dibahas.
Objek Penulisan
Adapun yang menjadi objek dari penulisan dari makalah ini adalah gejala-gejala yang berkaitan dengan emosi, dan motivasi.


Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan makalah  ini, digunakan tehnik pengumpulan data dengan cara mengambil bahan-bahan informasi yang berkaitan dengan objek yang dikaji dari berbagai sumber yang terkait misalnya buku dan internet.
Prosedur Penulisan Makalah
Prosedur penelitian makalah ini terdiri dari:  halaman judul,  kata pengantar,  daftar isi,  pendahuluan, pembahasan, kesimpulan dan saran, serta daftar pustaka.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Emosi
Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Perancis, émotion, dari émouvoir, 'kegembiraan' dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak'. Kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada suasana hati. Sebagai contoh, bila seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah. Perasaan intens kemarahan tersebut mungkin datang dan pergi dengan cukup cepat tetapi ketika sedang dalam suasana hati yang buruk, seseorang dapat merasa tidak enak untuk beberapa jam.   
Pada hakikatnya, setiap orang itu mempunyai emosi. Dari kita bangun tidur sampai kita kembali ketempat tidur lagi untuk tidur. Saat kita mengalami kejadian-kejadianyang bermacam-macam sehingga menimbulkan berbagai bentuk emosi pula. Pagi hari, kita berangkat kuliah dengan suka cita, tetapi diperlajanan macet sehingga kita merasa jengkel, setelah tiba di tempat tujuan kita mesara malu karena datang terlambat, dan seterusnya. Semua itu adalah emosi kita.
Lantas, apakah yang dimaksud dengan emosi?  Emosi menurut Wade dan Tavris (2007) adalah situasi stimulus yang melibatkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivitas pada otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif, dan kecendrungan melakukan suatu tindakan yang dibentuk seluruhnya oleh peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.
Menurut The American College Dictionary, (H. Djali, 2007) emosi adalah suatu keadaan afektif yag disadari dimana dialami perasaan seperti kegembiraan (joy), kesedihan, takut, benci, dan cinta (ibedakan dari keadaan kognitif dan keinginan yang disadari); dan juga perasaan seperti kegembiraan (joy), kesedihan, taku, benci, dan cinta.
Sarlito W. Sarwono (2009) menjelaskan emosi sebagai suatu reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem saraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam dirinya sendiri.
Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah bentuk keadaan reaksi, positif atau negative, oleh perasaan seseorang terhadap stimulus yang diperoleh berdasarkan hasil persepsi kognisi sebelumnya.

2.2 Teori-teori Emosi
                  Dalam upaya menjelaskan bagaimana timbulnya emosi, para ahli mengemukakan beberapa teori emosi, diantaranya: Teori Emosi Dua-Faktor oleh Shcachter dan Singer, Teori Emosi James-Lange oleh James dan Lange dan Teori Emergency oleh Cannon.
1.      Teori Emosi Dua-Faktor Schachter dan Singer
Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya), namun jika rangsangannya menyenangkan emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan , emosi yang timbul dinamakan takut.
2.      Teori Emosi James-Lange
Menurut teori ini, emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagi respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Contohnya saat seseorang  melihat harimau, reaksinya peredaran darah semakin cepat karena denyut jantung  semakin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara. Respons-respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullha rasa takut.
3.      Teori “Emergency” Cannon
Cannon mengatakan, bahwa organ dalam umumya terlalu insensitive dan terlalu dalam responsnya untuk bisa mejadi dasar berkembangnya  dan berubahnya suasana emosional yang sering kali berlangsung demikian cepat. Meskipun begitu, ia sebenarnya beranggapan bahwa organ dalam merupakan satu-satunya factor yang menentukan suasana emosional. Teori ini menyebutkan emoosi timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik.

2.3 Perkembangan Emosi
Dalam pertumbuhan normal, hubungan-hubungan saraf itu berkembang didalam otak baru dan diantara otak baru dan otak lama. Disaat kematangan itu tumbuh , respons-respons emosional berkembang melalui empat jalan. Hal ini sesuai dengan empat aspek emosi, yaitu: 1. Stimulus, 2. Perasaan, 3. Respons-respon internal, dan 4. Pola-pola tingkah laku.
Menurut Jersild (1954), perkembangan emosi selama masa kanak-kanak terjalin sangat eratnya dengan aspek perkembangan yang lain. Setelah alat-alat indra anak menjadi lebih tajam, kecakapan untuk anak untuk mengenal perbedaan-perbedaan dan untuk melakukan pengamatan pun menjadi lebih dewasa, dan setelah ia melangkah kedepan dalam segala aspek perkembangannya, jumlah peristiwa yang bisa membangkitkan emosinya pun kian bertambah besar.



2.4 Gangguan Emosional
                  Cukup banyak teori-teori yang muncul untuk mencoba menjelaskan bagaimana terjadinya gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: lingkungan, afektif dan kognitif (Hauck, 1967).
1.      Teori Lingkungan
Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh barbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stress. Pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi. Orang awam tidak ragu-ragu untuk menyatakan, misalnya, bahwa seorang anak menangis karena ia diperolok. Ia percaya secara harfiyah bahwa olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan tersebut.
Menurut pandangan ini, tekanan emosional baru bias dihilangkan kalau masalah “penyebab” ketegangan tersebut ditiadakan. Selama masalah tersebut masih ada, biasanya tidak banyak yang bisa dilakukan untuk menghilangkan perasaan-perasaan yang menyertainya. Karena yeng disebut lebih dahulu diduga sebagai penyebab dari yang belakangan, secara logis bisa dikatakan bahwa penghilangan masalah selalu dapat menghilangkan kesukaran. Memang, demikianlah yang sering terjadi, tetapi ini belum tentu dapat menghilangkan reaksi emosional yang kuat sekali jika reaksi itu terjadi (Hauck, 1967).
Menurut Bertand Russell, lingkungan emosional yang tepat bagi seorang anak merupakan suatu hal yang sulit dan tentu saja bervariasi  menurut usia anak. Sepanjang masa kanak-kanak, ada kebutuhan untuk merasa aman, meskipun kian berkurang, untuk maksud ini kata Russell, kebaikan hati dan suatu rutinitas yang menyenagkan merupakan hal pokok. Hubungan  dengan orang dewasa hendaknya merupakan hubungan bermain dan ketentraman fisik, bukan berupa belaian emosional.

2.      Teori Afektif
      Pandangan professional yang paling luas dianut mengenai gangguan mental adalah pandangan yang berusaha mengemukakan pengalaman emosional bahwa sadar yang dialami seorang anak bermasalah dan kemudian membawa ingatan yang dilupakan dan ditakuti ini k ealam sadar, sehingga dapat dilihat dari sudut yang lebih realistic. Sebelum rasa takut dan rasa salah tersebut disadri, anak-anak itu dipperkirakan hidup dengan pikiran bawah sadar yang dipenuhi dengan bahan-bahan yang menghancurkan yang tidak bisa dilihat, tetapi masih sangat aktif dan hidup. Ia bisa cemburu dan membeci ayahnya yang ditakutkan akan melukainya karena pikiran-pikiran jahat tersebut. Karena tidak menyadari kebenciannya itu, si anak tidak menyadari bahwa banyak kejadian tidak masuk akal atas dirinya sebenarnya adalah alat untuk menghukum dirinya sendiri.   
      Menurut pandangan ini, bukan lingkungan, seperti si ayah yang menimbulkan gangguan, tetapi perasaan bahwa sadar si anak. Kelepasan hanya bisa dicapai bila perasaan tersebut dimaklumi dan dihidupkan kembali dengan seseorang yang tidak akan menghukum anak tersebut atas keinginan-keinginannya yang berbaaahaya.

3.      Teori Kognitif
      Menurut teori yang diutarakan oleh Albert Ellis 1962 “Psikoterapi Rasional-Emotif”, yaitu penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah sadar kita akan masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang salah dan irasional, yang disadari maupun tidak disadari akan masalah-masalah yang kita hadapi.
      Menurut Hauck (1967), perbaikan emosional mencakup tiga langkah. Pertama, kita harus memperlihatkan kepada si anak anggapan-anggapan yang salah, yaitu merupakan suatu bencana bila ia tidak mendapatkan apa yang diingininya, dan jika ada perlakuan tidak adil dari orang tuanya, itu akan benar-benar mengganggunya. Kedua, kita selanjutnya menunjukkan lewat nalar bahwa bukan perilakunya, melainkan reaksinya terhadap orang tuanya itulah yang menyebabkan gangguannya, karena ia sebenarnya tidak disiksa secara fisik. Ketiga, ia akan dinasehati agar bersikap lebih manis dan dapat bekerja sama.



2.5 Macam-macam Emosi
                  Dari hasil penelitiannya, John B. Watson menemukan bahwa tiga respons emosional terdapat pada anak-anak adalah: : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).
                  Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan).
            Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
 a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
 b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
 c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri
 d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
 e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,  dan kemesraan
 f. Terkejut : terkesiap, terkejut
 g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
 h. malu : malu hati, kesal

2.6 Pengertian Motivasi
Wade dan Tavris (2007) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu proses dalam diri manusia atau hewan yang menyebabkan organism tersebut bergerak menuju tujuan yang dimiliki atau bergerak menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan.
Menurut H. Djali (2007) Motivasi adalah kondisi fisiologis dn psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktiitas tertentu guna mencapai tujuan (kebutuhan).
Menuru Frederick J. McDonad (Wasty Soemanto,1983) motivasi adalah perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan. (PT Rineka Cipta Jakarta,Psikologi Pendidikan)
Menurut Soekmadinata (2007) motivasi adalah kekuatan yang mendorong kegiatan individu.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kondisi dari dalam diri seseorang yang memberikan dorongan-dorongan kekuatan untuk melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2.7 Lingkaran Motivasi
Rantai pertama dalam lingkaran motivasi  yaitu timbulnya suatu kebutuhan yang dihayati dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam kegiatan sehari-hari hal tersebut sering saya lakukan karena manusia tidak terlepas dari kebutuhan hidup. Salah satunya kebutuhan yang secara alamiah harus saya lakukan dan saya penuhi adalah kebutuhan untuk makan. Makan merupakan motive bawaan, dimana motive ini dibawa sejak lahir tanpa dipelajari. Atas dasar  kebutuhan ini maka timbullah dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut agar orang yang bersangkutan tidak merasa kelaparan. Selain kebutuhan untuk makan terdapat kebutuhan untuk meraih cita-cita. Dimana hal ini menjadi motivasi ekstrinsik bagi saya, karena memang saya memiliki cita-cita menjadi seorang guru.
Rantai kedua dalam lingkaran motivasi ialah wujud dorongan atas kebutuhan tersebut yaitu bila kebutuhannya makan maka dorongannya adalah adanya keinginan untuk mencari makan agar tidak merasa lapar. Tetapi untuk kebutuhan meraih cita-cita, wujud usaha saya adalah berusaha untuk belajar dan selalu taat. Usaha-usaha saya untuk belajar ini selalu dipengaruhi oleh teman-teman dekat saya. Memberi suport misalnya, mereka selalu memberikan suport-suport yang dapat memnambahkan semangat untuk saya.
Rantai ketiga sekaligus yang terakhir dalam lingkaran motivasi adalah kepuasan atas usaha yang telah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Kepuasan yang dicapai untuk kebutuhan makan yaitu rasa kenyang dan lega karena kebutuhan telah terpenuhi. Tetapi untuk kebutuhan meraih cita-cita puas dan tidaknya akan terlihat kelak dan masih dalam jangka waktu yang lama tapi dalam jangka waktu dekat hasilnya dapat diketahui melalui hasil ujian sementara yang telah kita peroleh. Bila hasilnya memuaskankan berarti hal-hal yang telah kita lakukan yaitu belajar tidak sia-sia.

2.8 Teori Kebutuhan Maslow
     
Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki lima tingkat kebutuhan hidup yang akan selalu berusaha untuk dipenuhi sepanjang masa hidupnya. Lima tingkatan yang dapat membedakan setiap manusia dari sisi kesejahteraan hidupnya, teori yang telah resmi di akui dalam dunia psikologi.
Kebutuhan tersebut berjenjang dari yang paling mendesak hingga yang akan muncul dengan sendirinya saat kebutuhan sebelumnya telah dipenuhi. Setiap orang pasti akan melalui tingkatan-tingkatan itu, dan dengan serius berusaha untuk memenuhinya, namun hanya sedikit yang mampu mencapai tingkatan tertinggi dari piramida ini.
Lima tingkat kebutuhan dasar menurut teori Maslow adalah sebagai berikut (disusun dari yang paling rendah) :
1. Kebutuhan Fisiologis
 Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
 Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan semacamnya.
3. Kebutuhan Sosial
 Misalnya adalah : Memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
 Dalam kategori ini dibagi menjadi dua jenis, Eksternal dan Internal.
 - Sub kategori eksternal meliputi : Pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
 - Sedangkan sub kategori internal sudah lebih tinggi dari eskternal, pribadi tingkat ini tidak memerlukan pujian atau penghargaan dari orang lain untuk merasakan kepuasan dalam hidupnya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
 Tingkatan tertinggi ini akan saya bahas khusus dalam artikel selanjutnya, silahkan klik disini.

2.9 Hubungan Emosi  dan Motivasi
     Kemampuan seorang pemimpin untuk memotivasi anggota timnya sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosinya (EQ-nya). Paling tidak ada enam keterampilan yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, sebelum dia dapat memimpin orang lain, yaitu:
Mengenali emosi diri
 Keterampilan ini meliputi kemampuan kita untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita berada dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita yang pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali atas diri dan hidup kita.
Mengelola emosi diri sendiri
 Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada kita. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.
Memotivasi diri sendiri
 Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri (achievement motivation). Kendali diri emosional – menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati – adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan.
Mengenali emosi orang lain
 Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.
Mengelola emosi orang lain
 Jika keterampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antarpribadi, maka keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antarmanusia. Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antarpribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antarkorporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antarindividu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain (baca: membina hubungan yang efektif dengan pihak lain) semakin tinggi kinerja organisasi itu secara keseluruhan.
Memotivasi orang lain
 Keterampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari keterampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan handal.

2. 10 Mengendalikan Emosi
Mengendalikan emosi itu penting. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai kemampuan untuk mengkomunikasikan diri kepada orang lain. Orang-orang yang kita jumpai dirumah atau dikantor akan lebih cepat menanggapi emosi kita dari pada kata-kata kita. Kalau kita sampai dirumah dengan wajah murung, bahkan terkesan “CEMBERUT” dan marah-marah, emosi anggota keluarga kita yang lain akan bereaksi terhadap emosi tersebut, sehingga mereka merasa tidak enak atau merasa bersalah, dan sebagainya. Sebaliknya, apabila kita tampak riang dan ceria, mereka pun akan ikut bergembira. Dengan demikian, emosi kita pun mempengaruhi emosi orang-orang disekitar kita.
 Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa peraturan untuk MENGENDALIKAN EMOSI (Mahmud, 1990, dalam psikologi umum Drs. Alex sobur, M.Si).
1. Hadapilah Emosi Tersebut. Orang yang membual bahwa tidak takut menghadapi bahaya, sebenarnya melipatduakan rasa takutnya sendiri. Bukan saja takut menghadapi bahaya yang sebenarnya, tetapi juga takut menemui bahaya. Sumber emosi tambahan ini dapat dihindarkan dengan jalan menghadapi kenyataan yang ditakutkan atau kenyataan yang menyebabkan timbulnya perasaan marah.
2. Jika mungkin, tafsirkanlah kembali situasinya. Emosi adalah bentuk dari suatu intepretasi. Bukan stimulasi sendiri yang menyebabkan atau mengakibatkan reaksi emosional, tetapi stimulus yang salah ditafsirkan. Misalnya, anak biasanya menunjukan perasaan takut jika diayun-ayunkan, tetapi kalau tindakan mengayun-ayunkan itu disertai dengan senda gurau, anak bahkan menanggapinya dengan perasaan senang. Contoh lain misalnya, seorang pegawai dicekam perasaan takut karena dipanggil menghadapi atasnya; perasaan takut ini bias dikurangi kalau pegawai tersebut menafsirkan panggilan itu bukan didorong oleh ketidaksenangan, tetapi dirorong oleh keinginan atasanya untuk memperoleh suatu penjelasan. Reinterpretasi itu bukanlah hal yang mudah, sebab memerlukan orang lain untuk melihat situasi sullit yang dialaminya dari sudut pandang yang berbeda.
3. Kembangkanlah rasa humor dan sikap realistis. Terkadang situasi itu begitu mendesaknya sehingga memerlukan intepretasi yang lama. Dalam hal seperti itu, humor dan sikap realistis dapat menolong. Tertawa bias meringankan ketegangan emosi. Energy ekstra yang disediakan oleh perubahan-perubahn internal harus disalurkan. Karena itu, untuk bias kembali santai, orang perlu melakukan suatu kegiatan.
4. Atasilah problem-problem yang menjadi sumber emosi. Memecahkan problem, pada dasarnya jauh lebih baik ketimbang mengendalikan emosi yang terkait dengan problem tersebut. Misalnya, dari pada berusaha mengendalikan perasaan takut akan kehilangan suatu posisi, lebih baik berusaha membina diri dan menjadi ahli dalam suatu pekerjaan yang berkaitan dengan posisi tersebut; dari pada takut menghadapi situasi social, lebih baik belajar menguasai kecakapan dan keterampilan-keterampilan social agar diperoleh kemantapan dan kepercayaan pada diri sendiri.
 (kita tidak boleh menjadi budak dari emosi, tetapi harus menjadi tuan dari emosi kita, wedge (1995:17))


BAB III
PENUTUP

1.1  Simpulan
Emosi dan Motivasi sangat berkaitan, perbedaannya amat tipis.  Kedua kata ini berjalan bersama-sama. Seperti takut, takut merupakan suatu emosi tetapi karena itu ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu dari bentuk perlawanan dari takut tersebut.  Tomkins (1979) menyatakan, emosi memberikan energy  pada motif. Sehingga yang ditimbulkan adalah emosi merperkuat motif untuk memberikan kekuatan motivasionalnya.

1.2  Saran
      Penyusunan makalah ini tidak lepas dari kesalahan dan ketidak sempurnaaan. Oleh karena itu, saran dari para pembaca sangat diharapkan demi membangun kesempurnaan makalah ini agar kedepannya makalah ini bisa menjadi sumber referensi atau acuan dalam pembuatan-pembuatan makalah yang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito W. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers
Amirullah Daeng Sibali on June 24, 2012 in Bimbingan Konseling, Mahasiswa, Pendidikan, Suara Daeng Sibali, Tugas Kuliah, Universitas Negeri Makassar
Ardi Al-Maqassary. 2011. Hubungan Antara Emosi, Motivasi dan Proses Kognitif. http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/11/hubungan-antara-emosi-motivasi-dan-proses-kognitif/
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia
http://mariswadika.blogspot.com/2011/11/tiga-rantai-dasar-dalam-lingkaran.html
http://yusack.blogspot.com/2009/12/cara-mengendalikan-emosi-kita.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar