Flash Banner

INVESTASI CUMA RP 10.000,-

Kamis, 23 Oktober 2014

Midah


Novel ringan karya Pramudya Ananta Tur ini menarik untuk melihat fenomena perempuan yang diambil pelajaran secara bijak. Midah lahir dari keluarga yang mapan secara jasmani dan rohani. Awalnya midah adalah anak tunggal, bapaknya seorang haji dan juga pengusaha membuat kebutuhan primer, sekunder dan tersier dengan mudah terpenuhi. Jika dibandingkan pada masa kehidupannya dengan orang lain ia termasuk yang paling beruntung. Kehidupan seperti yang diimpi-impikan orang tentang kesejahteraan dan juga kedamaian dalam menjalani hidup dengan keimanan yang kuat.

Keinginan manusia memang tidak ada batasnya, siapa pun itu dan bagaimanapun beruntungnya  keadaannya, pasti ada hal yang menjadi keluh-kesahnya. Setelah bertahun-tahun berkehidupan damai sejahtera ada keinginan yang terbersit dihati bapak Midah tentang keinginan mempunyai anak lagi, apa lagi dengan kedudukannya sebagai orang yang terpandang untuk pewarisan hartanya. Ketika Midah menginjak remaja, lahirlah adiknya dan itu awal bencana baginya. Sedikit demi sedikit dia tak dihiraukan, sampai pada akhirnya adiknya yang kesekian lahir ia semakin tidak mendapat tempat di hati ibu dan bapaknya. Ia seperti tidak ada. Bermain seharian diluar rumah tidak akan menimbulkan tanya pada bapak dan ibunya. Sampai akhirnya dia menemui kehidupan yang disukainya. Bernyanyi. Ternyata ia mempunyai bakat alami, mempunyai suara penyanyi.


Beberapa kali ia mengikuti grup pengamen idamannya, sampai membeli piringan hitam lagu kesukaannya. Namun kegemarannya itu tak senada dengan bapaknya, bahkan menjadi kebencian bapaknya. Menurutnya, hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran agamanya selama ini. Bapaknya begitu marah sampai untuk pertama kalinya dia mendapatkan kekerasan dari orang tuanya: ditampar sampai tersungkur.
Midah sudah menjadi gadis, gadis yang amat mengesankan dengan wajahnya yang begitu manis, siap untuk menjadi istri. Banyak yang melamarnya namun banyak juga yang tidak sesuai dengan standarisasi bapaknya, sampai akhirnya ia menjodohkan dengan seorang laki-laki yang sama dengannya: keagamaannya kuat dan berharta banyak. Sayang sungguh disayang ia tak mendapat kebahagiaan. Ia mendapat kekerasan sampai akhirnya ia memutuskan untuk pergi kejalanan untuk mencari kesukaannya dulu: pengamen musik keroncong. Pergi dalam keadaan hamil.
Saat itulah Midah mulai hidup di jalan. Ia diterima dan memang akan mudah diterima dengan keindahan parasnya dan juga keelokan suaranya dalam kelompok pengamennya, sekalipun Nini (anggota yang satu-satunya perempuan) mencumburuinya . Ia mulai ikut mengamen, tidur bersama mereka. Laki-laki normal akan dengan mudah bergairah bila sudah bertemu dengan Midah, anggota pengamen pun ada yang berniat menidurinya. Beruntung, karena masih ada orang baik seperti ketua kelompok ini yang bersedia melindungi Midah sekalipun pada akhirnya meminta Midah untuk bersedia di kawini agar ada yang selalu menjaganya. Sampai akhirnya Midah melahirkan anaknya. Lebih banyak pihak yang tidak senang dengan keadaanya, sampai pada akhirnya terjadi pertengkaran hebat antara anggota kelompok pengamen ini yang menyebabkan perkelahian. Begitu menarik perhatian sehingga ada polisi datang untuk melerainya.

Singkat cerita Midah ditolong dengan pak polisi ini, tinggal dirumahnya. Siapa laki-laki yang bisa menepis pesona Midah? Pak polisi yang kesadarannya cukup tinggi pun nyatanya tak bisa membendung rasa untuk menikmati Midah. Namun keadaan yang aneh terjadi pada Midah, kehidupannya dengan pak polisi menimbulkan perasaan yang suka bahkan cinta, meskipun ia bisa menahannya. Pak polisi juga merasa demikian sehingga suatu ketika ia tak dapat membendung keinginannya untuk beradu kasih dengan Midah. Pertama kalinya untuk Midah merasakan apa yang namanya cinta. Sekalipun ia tahu perbuatannya tak patut tapi ia merasa berserah diri atas apa yang terjadi, ia serahkan semua atas nama cinta.
Ibu dan bapaknya mendengar kabar bahwa dia menjadi penyanyi di radio. Sekarang mereka benar-benar merindukan midah, bapaknya sakit memikirkannya. Ibunya menyusul ke radio, dan mendapat alamat rumah dimana midah tinggal.

Midah pulang ke rumah orang tuanya. Bukan karena sadar tapi karena akibat dari hubungannya dengan polisi ia hamil. Di sangkal dan tidak diterima lagi oleh ibu maupun polisi, ia tidak mempercayainya. Dalam kesakitannya ia masih merasa tak masalah menanggung anak ini, karena hatinya begitu tentram ketika ingat hubungannya dengan polisi, cinta sejati hakikatnya pengorbanan. Tapi sayangnya perasaannya akan bertolak belakang dengan pandangan masyarakat tentang bayi yang ada dalam kandungannya ini.

Ia pulang untuk pergi lagi, ia pulang untuk memberi perlindungan kepada anak pertamanya. Orang tuanya telah menerima keadaanya sekarang tapi keinginan hatinya tidak bisa berbohong. Ia sudah memberi aib pada keluarganya, jalan satu-satunya adalah pergi biar dia sendiri yang menanggungnya, tak perlulah ibu bapak dan anaknya menanggungnya. Ia pergi.

Akhirnya ia menjadi perempuan penghibur, sekalipun sejak saat itu ia tak pernah terhibur. Hal ini ia lakukan untuk kelangsungan kehidupannya. Dalam perjalanannya ia masih tetap menyimpan rasa yang pernah hadir dalam hidupnya bersama dengan polisi. Rasa yang takkan pernah sama dan takkan pernah terulang sekalipun ribuan laki-laki menghiburnya.


Meskipun roman ini termasuk fiktif, namun tak dapat disangkal bahwa fenomena tersebut pasti ada di kehidupan yang sangat kompleks ini. Fenomena yang lebih merugikan pihak perempuan (subjektif saya), dan sedapat mungkin perempuan itu akan mengerti tentang keadaannya. Seumpama aku yang menjadi Midah, mungkin aku tak sekuatnya. Tapi secara personal aku akan membenarkan keputusannya. Kehidupan memang penuh dilematis, apapun yang terjadi harus ada pilihan yang diambil. Namun yang saya patut hormati adalah sikap orang tuanya, setelah sadar mereka telah berlaku secara ideal, tetap mencintai anaknya dengan segala keadaannya. Manusia lumrah jika bersalah, namun manusia punya nurani sebagai penuntunnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar