Novel ringan karya Pramudya
Ananta Tur ini menarik untuk melihat fenomena perempuan yang diambil pelajaran
secara bijak. Midah lahir dari keluarga yang mapan secara jasmani dan rohani.
Awalnya midah adalah anak tunggal, bapaknya seorang haji dan juga pengusaha
membuat kebutuhan primer, sekunder dan tersier dengan mudah terpenuhi. Jika dibandingkan
pada masa kehidupannya dengan orang lain ia termasuk yang paling beruntung.
Kehidupan seperti yang diimpi-impikan orang tentang kesejahteraan dan juga
kedamaian dalam menjalani hidup dengan keimanan yang kuat.
Keinginan manusia memang tidak
ada batasnya, siapa pun itu dan bagaimanapun beruntungnya keadaannya, pasti ada hal yang menjadi
keluh-kesahnya. Setelah bertahun-tahun berkehidupan damai sejahtera ada
keinginan yang terbersit dihati bapak Midah tentang keinginan mempunyai anak
lagi, apa lagi dengan kedudukannya sebagai orang yang terpandang untuk
pewarisan hartanya. Ketika Midah menginjak remaja, lahirlah adiknya dan itu
awal bencana baginya. Sedikit demi sedikit dia tak dihiraukan, sampai pada
akhirnya adiknya yang kesekian lahir ia semakin tidak mendapat tempat di hati
ibu dan bapaknya. Ia seperti tidak ada. Bermain seharian diluar rumah tidak
akan menimbulkan tanya pada bapak dan ibunya. Sampai akhirnya dia menemui
kehidupan yang disukainya. Bernyanyi. Ternyata ia mempunyai bakat alami,
mempunyai suara penyanyi.
Beberapa kali ia mengikuti grup
pengamen idamannya, sampai membeli piringan hitam lagu kesukaannya. Namun
kegemarannya itu tak senada dengan bapaknya, bahkan menjadi kebencian bapaknya.
Menurutnya, hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran agamanya selama ini.
Bapaknya begitu marah sampai untuk pertama kalinya dia mendapatkan kekerasan
dari orang tuanya: ditampar sampai tersungkur.
Midah sudah menjadi gadis, gadis
yang amat mengesankan dengan wajahnya yang begitu manis, siap untuk menjadi
istri. Banyak yang melamarnya namun banyak juga yang tidak sesuai dengan
standarisasi bapaknya, sampai akhirnya ia menjodohkan dengan seorang laki-laki
yang sama dengannya: keagamaannya kuat dan berharta banyak. Sayang sungguh
disayang ia tak mendapat kebahagiaan. Ia mendapat kekerasan sampai akhirnya ia
memutuskan untuk pergi kejalanan untuk mencari kesukaannya dulu: pengamen musik
keroncong. Pergi dalam keadaan hamil.
Saat itulah Midah mulai hidup di
jalan. Ia diterima dan memang akan mudah diterima dengan keindahan parasnya dan
juga keelokan suaranya dalam kelompok pengamennya, sekalipun Nini (anggota yang
satu-satunya perempuan) mencumburuinya . Ia mulai ikut mengamen, tidur bersama
mereka. Laki-laki normal akan dengan mudah bergairah bila sudah bertemu dengan
Midah, anggota pengamen pun ada yang berniat menidurinya. Beruntung, karena
masih ada orang baik seperti ketua kelompok ini yang bersedia melindungi Midah
sekalipun pada akhirnya meminta Midah untuk bersedia di kawini agar ada yang
selalu menjaganya. Sampai akhirnya Midah melahirkan anaknya. Lebih banyak pihak
yang tidak senang dengan keadaanya, sampai pada akhirnya terjadi pertengkaran
hebat antara anggota kelompok pengamen ini yang menyebabkan perkelahian. Begitu
menarik perhatian sehingga ada polisi datang untuk melerainya.
Singkat cerita Midah ditolong
dengan pak polisi ini, tinggal dirumahnya. Siapa laki-laki yang bisa menepis
pesona Midah? Pak polisi yang kesadarannya cukup tinggi pun nyatanya tak bisa membendung
rasa untuk menikmati Midah. Namun keadaan yang aneh terjadi pada Midah,
kehidupannya dengan pak polisi menimbulkan perasaan yang suka bahkan cinta,
meskipun ia bisa menahannya. Pak polisi juga merasa demikian sehingga suatu
ketika ia tak dapat membendung keinginannya untuk beradu kasih dengan Midah. Pertama
kalinya untuk Midah merasakan apa yang namanya cinta. Sekalipun ia tahu
perbuatannya tak patut tapi ia merasa berserah diri atas apa yang terjadi, ia
serahkan semua atas nama cinta.
Ibu dan bapaknya mendengar kabar
bahwa dia menjadi penyanyi di radio. Sekarang mereka benar-benar merindukan
midah, bapaknya sakit memikirkannya. Ibunya menyusul ke radio, dan mendapat
alamat rumah dimana midah tinggal.
Midah pulang ke rumah orang
tuanya. Bukan karena sadar tapi karena akibat dari hubungannya dengan polisi ia
hamil. Di sangkal dan tidak diterima lagi oleh ibu maupun polisi, ia tidak
mempercayainya. Dalam kesakitannya ia masih merasa tak masalah menanggung anak
ini, karena hatinya begitu tentram ketika ingat hubungannya dengan polisi,
cinta sejati hakikatnya pengorbanan. Tapi sayangnya perasaannya akan bertolak
belakang dengan pandangan masyarakat tentang bayi yang ada dalam kandungannya
ini.
Ia pulang untuk pergi lagi, ia
pulang untuk memberi perlindungan kepada anak pertamanya. Orang tuanya telah
menerima keadaanya sekarang tapi keinginan hatinya tidak bisa berbohong. Ia
sudah memberi aib pada keluarganya, jalan satu-satunya adalah pergi biar dia
sendiri yang menanggungnya, tak perlulah ibu bapak dan anaknya menanggungnya.
Ia pergi.
Akhirnya ia menjadi perempuan
penghibur, sekalipun sejak saat itu ia tak pernah terhibur. Hal ini ia lakukan
untuk kelangsungan kehidupannya. Dalam perjalanannya ia masih tetap menyimpan
rasa yang pernah hadir dalam hidupnya bersama dengan polisi. Rasa yang takkan
pernah sama dan takkan pernah terulang sekalipun ribuan laki-laki menghiburnya.
Meskipun roman ini termasuk
fiktif, namun tak dapat disangkal bahwa fenomena tersebut pasti ada di
kehidupan yang sangat kompleks ini. Fenomena yang lebih merugikan pihak
perempuan (subjektif saya), dan sedapat mungkin perempuan itu akan mengerti
tentang keadaannya. Seumpama aku yang menjadi Midah, mungkin aku tak sekuatnya.
Tapi secara personal aku akan membenarkan keputusannya. Kehidupan memang penuh
dilematis, apapun yang terjadi harus ada pilihan yang diambil. Namun yang saya
patut hormati adalah sikap orang tuanya, setelah sadar mereka telah berlaku
secara ideal, tetap mencintai anaknya dengan segala keadaannya. Manusia lumrah
jika bersalah, namun manusia punya nurani sebagai penuntunnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar