Flash Banner

INVESTASI CUMA RP 10.000,-

Rabu, 06 Februari 2013

Filsafat Antropologi ‘review’


Susi Mardiyanti
125110800111021
Antropologi Budaya
                     Dosen pengampu : Hipolitus K. Kewuel, M. Hum  
Mengenal filsafat
Filsafat berasal dari bahasa yunani, terdiri dari dua kata yaitu filo  dan shopia. Filo yang berarti cinta dan shopia berarti kebijaksanaan dalam arti ‘tahu tentang sesuatu secara mendalam’. Filsafat sudah ada sejak abad ke-6 sebelum Masehi. Filsafat dianggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan (master scientiarum), karena pada perkembangan ilmu-ilmu baru muncul karena terpisah dari filsafat. Dengan kekompleksan dari ilmu ini ada 3 unsur yang terkandung dalam filsafat, yaitu: ontologis, estimologis, dan aksiologis.
Ontologis dapat diartikan suatu landasan dasar hadirnya sesuatu, contohnya mengerti esensi sasuatu itu. Epistimologis adalah suatu proses terjadinya sesuatu itu, contohnya mengerti bagaimana sesuatu itu bisa ada. Sedangkan aksiologis adalah evaluasi dari hasil proses, sehingga ada pemutakhiran, contohnya mengepa sesuatu itu harus ada.
Kebutuhan filsafat antropologi
Filsafat antropologi sangat diperlukan bagi manusia, karena manusia memiliki hak dan tugas yang istimewa untuk menyelidiki segala sesuatu secara mendalam, memikirkan tentang sesuatu itu dan bertanya tentang segala hal. Pada suatu titik manusia akan terdorong untuk bertanya apa artinya menjadi manusia. Menurut Socrates, dorongan itu muncul secara imperative (dorongan yang kuat muncul dari diri sendiri). Pertanyaan itu akan terjawab dengan berbeda dari setiap manusia.
Menurut saya jawaban itu, artinya menjadi manusia adalah menjadi khalifah dibumi ciptaan Tuhan ini, karena selain manusia tidak ada yang dapat menjadi kholifah. Hewan dan tumbuhan tidak dapat menjadi kholifah karena keterbatasan mereka. Dan tugas manusia adalah senantiasa menjaga keseimbangan alam, bukan hanya mengambil manfaat dari alam tetapi juga memberi manfaat kepada alam.
Manusia memiliki tanggung jawab atas dirinya sendiri. Meskipun  manusia boleh mengetahui tentang segala hal yang ada di alam ini. Namun, yang terpenting adalah mengenali dan mengerti dirinya sendiri secara mendalam untuk dapat mengatur sikapnya dalam kehidupan sosial. Sehingga yang harus dipenuhi adalah memperoleh pandangan tentang bagaimana hakikat sifat manusia, kemampuan yang dimiliki, dan apa yang dapat mengembangkan dan menyempurnakannya.
Manusia mempunyai keyakinan bahwa pribadinya merupakan sesuatu hal yang berharga dan perlu dikembangkan. Setiap orang pasti ingin menjadi orang yang sukses dalam hidupnya, ingin dihormati,  ingin dihargai dan disenangi. Sebagai pribadi yang bermartabat, manusia tidak ingin menjadi suatu alat dari kekuasaan yang sewenang-wenang. Manusia pasti menginginkan hak asasi yang sama dengan yang lain, tidak ada deskriminasi, intimidasi dan penolakan penadapat secara frontal. Masalah HAM adalah sorotan utama dalam hal ini, karena setiap orang ingin dihormati.
Kesulitan bagi filsafat antropolgi
          Manusia terlanjur dihadapkan pada zaman untuk bersikap pragmatis dan parsial dalam memandang hidup. Sikap pragmatis adalah sikap individu, apapun yang dilakukannya harus menimbulkan manfaat untuknya, bila tidak sesuatu hal tersebut tidak akan dilakukan karena tidak ada yang diuntungkan baginya. Namun, sikap ini sulit tertebak diawal, karena hal tersebut hanya dapat dipastikan di pertengahan dan bagian terakhir. Sikap termasuk dari perkembangan sikap egois. Egois yang tidak terlihat.
Sedangkan, sikap parsial adalah suatu sikap memandang sesuatu  hanya dari satu sisi saja. Hanya menerima satu pendapat yang dianggapnya benar dan pendapat yang lain yang datang belakangan menjadi suatu hal yang tidak dihiraukan sebagai wujud dinamika pemikiran. Orang yang tidak bisa memandang pendapat lain itu benar, bila mereka sudah memegang suatu hal yang didapat sebelumnya dan dianggappnya benar. Bila dikaji lagi, sifat tersebut juga merupakan dari dinamika sifat egois yang lebih kompleks.
Dapatkah filsafat mengajarkan kepada kita sesuatu yang unik dan berharga tentang manusia.  Hampir semua ilmu pengetahuan saat ini terarah untuk memperkaya dan memperdalam pengetahuan tentang manusia. Muncul pertanyaan lagi, apakah filsafat masih diperlukan untuk memberi informasi kepada manusia tentang keunikan dan suatu yang berharga dari manusia.
Kebingungan manusia tentang pendapat para filsuf yang berbeda. kebingungan tersebut tidak jarang menimbulkan kekurang percayaan terhadap informasi yang diterima sebagi pandangan hidup. Informasi yang saling bertentangan tersebut menimbulkan kekecewaan kepada manusia khususnya kaum awam, sehingga muncullah ketidakpercayaani pada filsafat.
Contoh perbedaan pandangan tersebut adalah disatu sisi Plato berpendapat bahwa manusia adalah amakhluk ilahi, disisi lain Epikuros berpendapat bahwa manusia hanyalah makhluk fana, berumur pendek lahir karena kebetulan dan tidak berisi apa-apa. Descartes pernah berpendapat bahwa manusia dalam beberapa segi sama dengan kebebasan Tuhan, disisi lain Voltaire mengatakan bahwa manusia pada hakekatnya tidak berbeda dari binatang. Hobbes berpendapat bahwa ditinjau dari geraknya, manusia bersifat agresif dan agresif, disisi lain J. J. Rousseau berpendapat bahwa dari kodratnya, manusia adalah manusia yang baik.
Sesuatu yang dianggap sebuah kesalahn yang mengecewakan. Plato menganggap bahwa manusia itu  sudah hidup dalam suatu dunia abadi di awang-awang sebelum jatuh kedalam suatu badan yang dapat mati. Descartes menggambarkan bahwa manusia terbentuk dari campuran-campuran, yang berwujud 2 macam yang dapat terpisah yaitu badan dan jiwa. Spinoza beranggapan bahwa cara berada manusia itu hanya sekedar suatu banyangan dari substansi ilahi, jadi manusia bukan sebuah pribadi yang dapat berdiri sendiri.
Perbedaan tersebut hanya dapat dimengerti dikala kita sebagai manusia belajar tentang filasafat yang menjelaskan perbedaan tersebut. Pendapat-pendapat tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Meskipun bertentangan namun hal tersebut berhubungan, kedua hal tersebut adalah hal yang benar, tidak ada yang disalahkan salah satu pihak dan tidak ada yang dibenarkan salah satu pihaknya. Tugas kita menusia adalah mensosialisasikannya. Bila mengenai hal-hal yang dianggap salah, hal yang dapat dilakukan adalah hanya sekedar menghormati pendapat mereka yang sudah rela meluangkan waktu mereka sehingga timbul pemikiran tersebut.
Pentingnya filsafat antropologi
          Karena manusia dihadapkan pada ilmu yang spesifik. Sehingga tugas filsafat antropologi adalah memberi pengetahuan yang bersifat utuh bukan potongan-potongan, serpihan, dan bagian dari hidup manusia. Filsafat penting untuk melihat manusia secara utuh. Filsafat dapat menyodorkan kepada kita informasi total tentang manusia. Viktor E. Frankl mengetakan bahwa tantangan filsafat antropologi adalah bagaimana mencapai, mempertahankan, membangun kembali suatu konsep tentang menusia di hadapan data-data dan penemuan-penemuan yang terpisah-pisah yang disajikan kepada manusia oleh suatu ilmu pengetahuan.
          Filsafat bertugas untuk membuat perbedaan-perbedaan tersebut menjadi manfaat, sekaligus mungkin mendamaikannya. Dalam perjalanan sejarah, kesalahan-kesalahan dari para filsuf terus mendapat koreksi oleh fisul yang lebih mendalam atau lebih kritis pengetahuannya. Seharusnya kita dapat melihat perbedaan itu indah dengan cara berwawasan luas, karena perbedaan menyebabkan pertemuan yang bermanfaat. Seperti halnya kancing dan lubangnya. Perbedaan menjadi buruk itu bukanlah salah perbedaannya, namun bagaimana cara pemaknaan tentang perbedaan tersebut. Perbedaan itu indah.
          Filsafat bisa mengajarkan sesuatu apa-apa tentang manusia.  Hal tersebut bisa terjadi karena para ilmuan zaman sekarang adalah mendapat ilham dari para filsuf besar sekarang atau dahulu.
Objek filsafat antropologi
          Sesuatu yang berbentuk pengetahuan dan pengalaman, manusia dan dunia, sesuatu yang wajar ada pada setiap individu, dan sesuatu yang dimiliki oleh semua orang secara bersama-sama. Hal-hal tersebut mengkristal dalam kebudayaan kelompok, watak dan sifat individu.
          Kedua hal tersebut bersifat: khas dan dinamis, hal yang dapat membedakan manusia dengan makhluk lain, hal yang dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya, hal yang dapat membedakan kelompok manusia yang satu dengan yang lainnya.
          Kebudayaan dan sifat serta watak manusia menjadi objek filsafat antropologi karena bersifat kompleks, selalu bergerak dan dipengaruhi oleh daya perkembangan, tidak mewujudkan sekaligus segala kemampuannya, tidak mewujudkan diri dimana-mana dengan cara yang sama.
          Objek filsafat antropologi dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material yang berupa manusia, sedangkan objek formal berupa inti/struktur fundamental manusia. Inti tersebut berupa tidak bersifat fisik, bukan sesuatu yang dapat dirasakan/digambarkan, hanya dapat diketahui melalui daya pikir, dan buka sebuah potongan/bagian/serpian dari manusia. Penangkapan tentang hal ini hanya dapat ditangkap dengan penangkapan intelektual, penangkapan tentang suatu prinsip dasar bukan penangkapan atas suatu benda/makhluk.
Eksistensialisme
          Eksistensi memiliki makna bahwa manusia adlah satu-satunya makhluk yang sadar bahwa dirinya ada karena kemampuannya untuk keluar dan berdiri diluar diri sendiri. Aliran filsafat eksistensial muncul padasekitar abad ke-19 dimana manusia tengah meyarakan masa teknokrasi sebagai buah dari masa keemasan atau masa kejayaan akal budi di abad ke-18.
Eksistensial Soren Kierkegaard
          Soren mengkritisi paham objektivisme yang diusung oleh hegel. Menurut Soren paham tersebut membawa manusia pada pola budaya masa, sehingga manusia tidak dapat menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yang unik dan mempunyai ciri khas. Objektivisme membawa pengaruh negative pada kualitas manusia sebagai individu, karena:
ü  Dapat menyebabkan demoralisasi moral individu. Budaya masa cenderung menyeragamkan suara hati dan mengurangi tanggung jawab individu.
ü  Dapat menyebabkan hilangnya interitorias individu sebagi subjek. Tidak mampu mengikuti suara hatinya.
ü  Dapat menyebabkan berubahnya pola berkumpul individu dari pola kekeluargaan ke pola asosiasi. Dari ikatan kekerabatan ke ikatan profesi.
ü  Berubahnya hakikat heroism dari gairah, keberanian, antusiasme moral ke keterampilan.
Objektivisme x subjektivisme
Aturan atau norma merupakan suatu objektivisme karena hasil dari masyarakat dan suatu aturan yang boleh dilanggar bila suatu itu lebih tinggi dari norma. Subjektivisme menyadarkan bahwa manusia harus menjadi manusia yang ideal, yaitu manusia yang tidak diatur oleh aturan yang menjadikan manusia tidak menjadi manusia. Bereksistensi berarti orang itu mampu menentukan hidupnya.
Eksistensi yang dibawa oleh soren, setiap individu mempunyai tiga tahap eksistensi manusia: estetis, etik, dan religius.
Setiap tahap eksistensi mempunyai ciri-ciri yang berbeda, yang dapat menggambarkan diri pribadi manusia sesuai tahap yang diuatarakan oleh Soren Kierkegaard.
Tahap estetis, adalah tahap yang paling dasar dari teori eksistensi Soren. Tahap ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
§  Lebih mengutamakan kepuasan fisik dan batin. Nilai bergantung pada dirinya sendiri, segala yang dilakukan itu yang hanya menurut dia benar. Hidup tanpa aturan yang mengikatnya. Dilingkupi perasaan moody.
§  Tidak memiliki komitmen pada realitas konkret. Kehidupan yang dijalaninya berupa aturan kebebasan yang batasannya ada didirinya sendiri. Tidak mempunyai pengalaman yang dijadikan pelajaran, tetapi mengambil pengalaman dari orang lain atau dari bacaan. Dalam kehidupan realitas dia menjaga jarak dari suatu kehidupan social yang dirinya merasa ibah, namun dia tidak terjun langsung menanganinya. Hanya sekedar melakukan pengamatan, dan seterusnya menjadi bahan kajian rasa kasihan kepada hal tersebut.
§  Tidak mau mengikatkan diri pada standar moral tertentu. Cenderung mengelak dari antusiasme yang lebih mendalam karena takut pada sesuatu yang nantinya akan menuntut lebih, tidak mau beresiko. Contoh yang paling mudah adalah ikatan perkawinan. Perkawinan yang mengikat suami dan istri, tidak akan dilakukan oleh orang estetik, karena kebebasan masih nomer satu.
Orang yang hidup dalam situasi yang seperti ini (estetik), akan berakhir pada keputusan yang mendalam. Orang yang ada pada tahap estetik yang secara terus-menerus merasakan situasi tanpa batas akan merasa kosong, sehingga rindu pada suatu ikatan norma yang mengikat yang menyebabkan orang itu beralih pada tahap etik.
Tahap etik, tahap yang kedua yang semua cirinya adalah kebalikan dari pribadi estetik. Tahap etik ada suatu ikatan norma yang menjadi standar hidup manusia. Ciri-cirinya adalah:
§  Terarah pada keutamaan-keutamaan moral. Bentuknya dengan mulai mengikatkan diri pada moral tertentu sehingga hidupnya tidak hanya untuk dirinya. Hidupnya mulai terarah kepada apa yang dicita-citakan oleh aturan, sehingga perilakunya dikendalikan oleh aturan-aturan yang dipilihnya. Memaksa dirinya keluar dari ego dan melihat yang lain (others) sebagai wujud yang lebih penting. Yang lebih penting adalah yang lain.
§  Hidup mulai diisi dengan komitmen dengan memperjuangkan nilai-nilai etis. Seorang akan malu berbicara tanpa pengalaman. Tidak memikirkan resiko yang ditimbulkan oleh komitmen. Bentuk komitmen contohnya adalah ikatan pernikahan.
§  Hidup tidak lagi tergantung pada realitas diluar diri. Hidup dilakukan atas kesadaran penuh dari dirinya sendiri. Bentuknya, seorang yang berani menentang arus.
Bila dikaji lagi ada kebingungan yang muncul karena, ciri-ciri etik tersebut termasuk pada teori objektivisme, padahal sejak awal ada sanggahan bahwa soren membantah teori tersebut. Ternyata etik dan objektivitas mempunyai perbedaan, diantaranya: pada objektif adalah manusia pada umumnya, sedangkan pada etik adlah seseorang yang butuh akan sesuatu yang lebih baik. Bila objektif aadlah sesuatu yang baik, maka orang itu terserah mengikutinya atau tidak, sedangkan etik adalah kita yang bisa menilai itu baik sehingga bersedia mengikutinya.
Soren Kierkegaard mengutarakan bahwa tahap etik merupakan tahap dimana manusia belum menjadi sesuatu yang berharga karena pada tahap ini seorang dengan kepribadian etik hanya sebagai penonton jika diibaratkan pada sebuah pertunjukkan.
Tahap yang terakhir: Tahap Religius. Yang mempunyai makna lebih dari yang lain (more than others). Yang berciri-ciri sebagai berikut:
§  Mulai denga hidup dalam situasi penyerahan total kepada kekuatan-kekuatan diluar diri. Beraani hidup dalam iman. Iaman adalah percaya pada Tuhan yang telah menciptakan, percaya pada sesuatu yang berbanding terbalik dengan rasional, percaya pada sesuatu yang belum diketahui secara logika. ‘Bila iman itu bisa dirasionalkan berarti seseorang tersebut belum beriman’. Motivasi dasarnya adalah bagaimana menjalankan kehendak-kehendak Tuhan. Sperti melakukan periabadatan yang aneh bila dipandang orang lain, tetapi hal itu dilakukan atas dasar kehendak Tahun.
§  Iman sebagi salah satu komitmen. Komitmen pada sesuat yang tidak jelas dan sekaligus bersifat paradoksal, percaya pada dua hal yang bertentangan. Hidup melawan arus kebanyakan manusia. Orang yang sangat taat kepada agama memang dipandang aneh oleh dunia.
§  Kesanggupan untuk hidup dalam penderitaan. Hidup yang menderita seperti  yang digambarkan  kematian isa untuk umatnya. Cotoh pendekar iman adalah tokoh agama.
Saya dapat menyimpulkan sendiri bahwa teori eksistensi beliau ini, terjadi dikalangan umum yang awal mulanya tidak ada kaitannya dengan agama, namun dalam kehidupan sekarang seorang yang beragama pun bisa menjadi kelompok manusia tahap estetik. Tahap manusia yang paling tinggi bisa dikatakan bila seorang tersebut manjdi pemuka agama. Namun dalam kehidupan social yang terpenting adalah tahap  etik, karena sebagi symbol bahwa kita sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri.

Eksistensial Henry Bergson
          Henry bergson menciptakan filsafat hidup dari pemikirannya bahwa hidup bukan hanya tentang mesin. Henry menyatakan bahwa hidup berasal dari sesuatu yang hidup. Dengan demikian, henry ini menentang teori Darwin yang menyebutkan bahwa sesuatu yang hidup berasal dari sesuatu yang tidak ada sebelumnya.
          Teori evolusi yang dikembangkannya adalah evolusi yang berkembang kesegala arah, sedangkan berbeda dengan teori Darwin yang berkembang hanya satu arah. Evolusi ini di dibagi dalam 3 macam, yaitu: evolusi pada tumbuhan, evolusi pada hewan dan evolusi pada manusia.
          Evolusi pada tumbuhan akan berhenti pada pada puncak kesadaran.
          Sedangkan evolusi pada hewan akan berhenti pada puncak insting/naluri. Naluri hewan adalah daya bawaan untuk memanfaatkan alat-alat organis, suatu sistem yang cara kerjanya otomatis, spontanitas dan pemabaruan. Yang diarahkan untuk kepentingan kelompok sebagai identitas sebagi kesatuan jenis binatang.
          Bila evolusi yang terjadi pada manusia, adalah evolusi yang akan berhenti pada puncak akal. Akal adalah kecakapan untuk menciptakan alat-alat organis bagi diri manusia sendiri dan secara bebas dapat diubah. Akal berkembang karena dorongan. Namun, akal tidak dapat menyelami hakikat hidup, karena hakikat hidup berbeda dengan konsep akal/rasio yang hanya dapat memotret suatu hal. Suatu hal tersebut tidak dapat dijelaskan secara menyeluruh. perumapamaan alat potret tersebut sama dengan sinematografi. Artinya akal mampu menyusun cerita yang bermacam-macam tetapi tidak dapat menggambarkan gerak perjalanan hidup. Akal membuat seolah-olah sama. Sehingga, dalam perjalanannya akal dibantu dengan intuisi, yaitu suatu kemampuan rohani untuk mengimbangi kerja akal.
          Sesuatu yang ptanpa kesadaran, naluri dan rasio menurut Henry Bergson adalah statis sama halnya dengan cara kerja sinematografis. Dalam hal ini kehidupan dibantu dengan intuisi untuk melepaskan doktrin tentang akal yang sifatnya sama, dan terbatas pada sesuatu. Intuisi ini digunakan untuk menggambarkan keseluruhan realitas dalam hidup. Bila digambarkan akan seperti ini.



















dulu
 

sekarang
 

nanti
 




intuisi
 





Contoh intuisi adalah orang yang saling mencitai, seni/ yang dilakukan seniman, dan apa-apa yang dilakukan agama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa intuisi adalah suatu yang amat penting bagi manusia sebagai rasa yang muncul untuk melakukan hal yang diluar akal namun sesuai dengan keinginan kehidupan.
Eksistensial M. Iqbal

Seorang tokoh pemabaharu dalam islam yang terkenal dalam pemikirannya yaitu: hidup manusia adalah suatu perjalanan. Sama halnya dengan soren teori eksistensinya ini mempunyai tiga tahap namun cakupan-cakupannya berbeda dengan soren.
Tahap pertama yaitu taat kepada hukum. Beliau contohkan seperti unta yang senantiasa taat kepada tuannya, seperti orang dalam agama. Dalam jangka waktu yang lama yang terjadi adalah mengorbankan kebebasannya, sehingga muncul istilah menjadi tidak otentik, objektivitas tanpa dasar (tidak menjadi diri sendiri).
 Tahap yang kedua yaitu control diri (bentuk dari kesadaran diri). Mulai mempersoalkan dirinya sebagai subjek, rasa ingin dihargai. Dalam jiwanya menjadi memberontak karena selama ini hanya dijadikan objek. Muncul kesadaran hidup yang datang dari diri sendiri. Hukum menjadi bagian dirinya bukan dari luar, hukum diikatkan karena kita yang mengikatnya bukan kita yang diikat oleh hukum.  Sehingga, ada rasa kuat dan tegar karena hidupnya bersama Tuhan.
Tahap yang terakhir adalah menjadi kholifah (wakil Tuhan). Namun, kesiapan tersebut datag dari dalam dirinya, bukan motivasi atau mewujudkan keinginan orang lain. Tugas yang dilakukannya bukan hanya untuk memperbaiki dirinya sendiri, namun beban umat yang akan disandarkan kepadanya atas kemauannya sendiri tanpa ada rasa paksaan atau terpaksa. Sudah menjadi kewajiban yang mendarahdaging menyatu dalam jiwanya.
Teori eksistensi M. Iqbal ini saya dapat mengungkapkan bahwa orientasinya adalah kaum beragama. Karena dasar taat pada hukum adalah agama. Bila seseorang itu dilahirkan dari keluarga yang beragama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar