Susi Mardiyanti
125110800111021
Antropologi
Budaya
Dosen pengampu : Hipolitus K. Kewuel, M. Hum
Mengenal filsafat
Filsafat
berasal dari bahasa yunani, terdiri dari dua kata yaitu filo dan shopia. Filo yang
berarti cinta dan shopia berarti kebijaksanaan dalam arti ‘tahu tentang sesuatu secara mendalam’.
Filsafat sudah ada sejak abad ke-6 sebelum Masehi. Filsafat dianggap sebagai
induk dari segala ilmu pengetahuan (master
scientiarum), karena pada perkembangan ilmu-ilmu baru muncul karena
terpisah dari filsafat. Dengan kekompleksan dari ilmu ini ada 3 unsur yang
terkandung dalam filsafat, yaitu: ontologis, estimologis, dan aksiologis.
Ontologis
dapat diartikan suatu landasan dasar hadirnya sesuatu, contohnya mengerti
esensi sasuatu itu. Epistimologis adalah suatu proses terjadinya sesuatu itu,
contohnya mengerti bagaimana sesuatu itu bisa ada. Sedangkan aksiologis adalah
evaluasi dari hasil proses, sehingga ada pemutakhiran, contohnya mengepa
sesuatu itu harus ada.
Kebutuhan filsafat antropologi
Filsafat
antropologi sangat diperlukan bagi manusia, karena manusia memiliki hak dan tugas yang istimewa untuk
menyelidiki segala sesuatu secara mendalam, memikirkan tentang sesuatu itu dan
bertanya tentang segala hal. Pada suatu titik manusia akan terdorong untuk
bertanya apa artinya menjadi manusia. Menurut Socrates, dorongan itu muncul
secara imperative (dorongan yang kuat
muncul dari diri sendiri). Pertanyaan itu akan terjawab dengan berbeda dari
setiap manusia.
Menurut saya
jawaban itu, artinya menjadi manusia adalah menjadi khalifah dibumi ciptaan
Tuhan ini, karena selain manusia tidak ada yang dapat menjadi kholifah. Hewan
dan tumbuhan tidak dapat menjadi kholifah karena keterbatasan mereka. Dan tugas
manusia adalah senantiasa menjaga keseimbangan alam, bukan hanya mengambil
manfaat dari alam tetapi juga memberi manfaat kepada alam.
Manusia memiliki tanggung jawab atas dirinya sendiri.
Meskipun
manusia boleh mengetahui tentang segala hal yang ada di alam ini. Namun,
yang terpenting adalah mengenali dan mengerti dirinya sendiri secara mendalam
untuk dapat mengatur sikapnya dalam kehidupan sosial. Sehingga yang harus
dipenuhi adalah memperoleh pandangan tentang bagaimana hakikat sifat manusia,
kemampuan yang dimiliki, dan apa yang dapat mengembangkan dan
menyempurnakannya.
Manusia mempunyai keyakinan bahwa pribadinya
merupakan sesuatu hal yang berharga dan perlu dikembangkan. Setiap orang pasti ingin menjadi orang yang
sukses dalam hidupnya, ingin dihormati,
ingin dihargai dan disenangi. Sebagai pribadi yang bermartabat, manusia
tidak ingin menjadi suatu alat dari kekuasaan yang sewenang-wenang. Manusia
pasti menginginkan hak asasi yang sama dengan yang lain, tidak ada
deskriminasi, intimidasi dan penolakan penadapat secara frontal. Masalah HAM
adalah sorotan utama dalam hal ini, karena setiap orang ingin dihormati.
Kesulitan bagi filsafat antropolgi
Manusia terlanjur dihadapkan pada zaman untuk
bersikap pragmatis dan parsial dalam memandang hidup. Sikap pragmatis
adalah sikap individu, apapun yang dilakukannya harus menimbulkan manfaat
untuknya, bila tidak sesuatu hal tersebut tidak akan dilakukan karena tidak ada
yang diuntungkan baginya. Namun, sikap ini sulit tertebak diawal, karena hal
tersebut hanya dapat dipastikan di pertengahan dan bagian terakhir. Sikap
termasuk dari perkembangan sikap egois. Egois yang tidak terlihat.
Sedangkan,
sikap parsial adalah suatu sikap memandang sesuatu hanya dari satu sisi saja. Hanya menerima
satu pendapat yang dianggapnya benar dan pendapat yang lain yang datang
belakangan menjadi suatu hal yang tidak dihiraukan sebagai wujud dinamika
pemikiran. Orang yang tidak bisa memandang pendapat lain itu benar, bila mereka
sudah memegang suatu hal yang didapat sebelumnya dan dianggappnya benar. Bila
dikaji lagi, sifat tersebut juga merupakan dari dinamika sifat egois yang lebih
kompleks.
Dapatkah filsafat mengajarkan kepada kita sesuatu
yang unik dan berharga tentang manusia. Hampir semua ilmu pengetahuan
saat ini terarah untuk memperkaya dan memperdalam pengetahuan tentang manusia.
Muncul pertanyaan lagi, apakah filsafat masih diperlukan untuk memberi
informasi kepada manusia tentang keunikan dan suatu yang berharga dari manusia.
Kebingungan manusia tentang pendapat para filsuf
yang berbeda. kebingungan
tersebut tidak jarang menimbulkan kekurang percayaan terhadap informasi yang
diterima sebagi pandangan hidup. Informasi yang saling bertentangan tersebut
menimbulkan kekecewaan kepada manusia khususnya kaum awam, sehingga muncullah
ketidakpercayaani pada filsafat.
Contoh
perbedaan pandangan tersebut adalah disatu sisi Plato berpendapat bahwa manusia
adalah amakhluk ilahi, disisi lain Epikuros berpendapat bahwa manusia hanyalah
makhluk fana, berumur pendek lahir karena kebetulan dan tidak berisi apa-apa.
Descartes pernah berpendapat bahwa manusia dalam beberapa segi sama dengan
kebebasan Tuhan, disisi lain Voltaire mengatakan bahwa manusia pada hakekatnya
tidak berbeda dari binatang. Hobbes berpendapat bahwa ditinjau dari geraknya,
manusia bersifat agresif dan agresif, disisi lain J. J. Rousseau berpendapat
bahwa dari kodratnya, manusia adalah manusia yang baik.
Sesuatu yang
dianggap sebuah kesalahn yang mengecewakan. Plato menganggap bahwa manusia
itu sudah hidup dalam suatu dunia abadi
di awang-awang sebelum jatuh kedalam suatu badan yang dapat mati. Descartes
menggambarkan bahwa manusia terbentuk dari campuran-campuran, yang berwujud 2
macam yang dapat terpisah yaitu badan dan jiwa. Spinoza beranggapan bahwa cara
berada manusia itu hanya sekedar suatu banyangan dari substansi ilahi, jadi
manusia bukan sebuah pribadi yang dapat berdiri sendiri.
Perbedaan
tersebut hanya dapat dimengerti dikala kita sebagai manusia belajar tentang
filasafat yang menjelaskan perbedaan tersebut. Pendapat-pendapat tersebut tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Meskipun bertentangan namun hal tersebut
berhubungan, kedua hal tersebut adalah hal yang benar, tidak ada yang
disalahkan salah satu pihak dan tidak ada yang dibenarkan salah satu pihaknya. Tugas
kita menusia adalah mensosialisasikannya. Bila mengenai hal-hal yang dianggap
salah, hal yang dapat dilakukan adalah hanya sekedar menghormati pendapat
mereka yang sudah rela meluangkan waktu mereka sehingga timbul pemikiran
tersebut.
Pentingnya filsafat antropologi
Karena manusia dihadapkan pada ilmu yang
spesifik. Sehingga tugas filsafat antropologi adalah memberi pengetahuan
yang bersifat utuh bukan potongan-potongan, serpihan, dan bagian dari hidup
manusia. Filsafat penting untuk melihat manusia secara utuh. Filsafat dapat
menyodorkan kepada kita informasi total tentang manusia. Viktor E. Frankl
mengetakan bahwa tantangan filsafat antropologi adalah bagaimana mencapai,
mempertahankan, membangun kembali suatu konsep tentang menusia di hadapan data-data
dan penemuan-penemuan yang terpisah-pisah yang disajikan kepada manusia oleh
suatu ilmu pengetahuan.
Filsafat bertugas untuk membuat
perbedaan-perbedaan tersebut menjadi manfaat, sekaligus mungkin mendamaikannya.
Dalam perjalanan sejarah, kesalahan-kesalahan dari para filsuf terus mendapat
koreksi oleh fisul yang lebih mendalam atau lebih kritis pengetahuannya.
Seharusnya kita dapat melihat perbedaan itu indah dengan cara berwawasan luas,
karena perbedaan menyebabkan pertemuan yang bermanfaat. Seperti halnya kancing
dan lubangnya. Perbedaan menjadi buruk itu bukanlah salah perbedaannya, namun
bagaimana cara pemaknaan tentang perbedaan tersebut. Perbedaan itu indah.
Filsafat bisa mengajarkan sesuatu apa-apa
tentang manusia. Hal tersebut bisa
terjadi karena para ilmuan zaman sekarang adalah mendapat ilham dari para
filsuf besar sekarang atau dahulu.
Objek filsafat antropologi
Sesuatu
yang berbentuk pengetahuan dan pengalaman, manusia dan dunia, sesuatu yang
wajar ada pada setiap individu, dan sesuatu yang dimiliki oleh semua orang
secara bersama-sama. Hal-hal tersebut mengkristal dalam kebudayaan kelompok,
watak dan sifat individu.
Kedua
hal tersebut bersifat: khas dan dinamis, hal yang dapat membedakan manusia
dengan makhluk lain, hal yang dapat membedakan manusia yang satu dengan yang
lainnya, hal yang dapat membedakan kelompok manusia yang satu dengan yang
lainnya.
Kebudayaan
dan sifat serta watak manusia menjadi objek filsafat antropologi karena
bersifat kompleks, selalu bergerak dan dipengaruhi oleh daya perkembangan,
tidak mewujudkan sekaligus segala kemampuannya, tidak mewujudkan diri
dimana-mana dengan cara yang sama.
Objek filsafat antropologi dibedakan
menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material yang berupa
manusia, sedangkan objek formal berupa inti/struktur fundamental manusia. Inti
tersebut berupa tidak bersifat fisik, bukan sesuatu yang dapat
dirasakan/digambarkan, hanya dapat diketahui melalui daya pikir, dan buka
sebuah potongan/bagian/serpian dari manusia. Penangkapan tentang hal ini hanya
dapat ditangkap dengan penangkapan intelektual, penangkapan tentang suatu
prinsip dasar bukan penangkapan atas suatu benda/makhluk.
Eksistensialisme
Eksistensi
memiliki makna bahwa manusia adlah satu-satunya makhluk yang sadar bahwa
dirinya ada karena kemampuannya untuk keluar dan berdiri diluar diri sendiri.
Aliran filsafat eksistensial muncul padasekitar abad ke-19 dimana manusia
tengah meyarakan masa teknokrasi sebagai buah dari masa keemasan atau masa
kejayaan akal budi di abad ke-18.
Eksistensial Soren Kierkegaard
Soren
mengkritisi paham objektivisme yang diusung oleh hegel. Menurut Soren paham
tersebut membawa manusia pada pola budaya masa, sehingga manusia tidak dapat
menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yang unik dan mempunyai ciri khas. Objektivisme
membawa pengaruh negative pada kualitas manusia sebagai individu, karena:
ü Dapat menyebabkan demoralisasi moral individu.
Budaya masa cenderung menyeragamkan suara hati dan mengurangi tanggung jawab
individu.
ü Dapat menyebabkan hilangnya interitorias individu
sebagi subjek. Tidak mampu mengikuti suara hatinya.
ü Dapat menyebabkan berubahnya pola berkumpul
individu dari pola kekeluargaan ke pola asosiasi. Dari ikatan kekerabatan ke
ikatan profesi.
ü Berubahnya hakikat heroism dari gairah, keberanian,
antusiasme moral ke keterampilan.
Objektivisme x subjektivisme
Aturan atau norma merupakan suatu objektivisme
karena hasil dari masyarakat dan suatu aturan yang boleh dilanggar bila suatu
itu lebih tinggi dari norma. Subjektivisme menyadarkan bahwa manusia harus
menjadi manusia yang ideal, yaitu manusia yang tidak diatur oleh aturan yang
menjadikan manusia tidak menjadi manusia. Bereksistensi berarti orang itu mampu
menentukan hidupnya.
Eksistensi
yang dibawa oleh soren, setiap individu mempunyai tiga tahap eksistensi manusia:
estetis, etik, dan religius.
Setiap
tahap eksistensi mempunyai ciri-ciri yang berbeda, yang dapat menggambarkan
diri pribadi manusia sesuai tahap yang diuatarakan oleh Soren Kierkegaard.
Tahap estetis, adalah tahap yang paling dasar dari teori eksistensi Soren. Tahap ini
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
§ Lebih mengutamakan kepuasan fisik dan batin. Nilai
bergantung pada dirinya sendiri, segala yang dilakukan itu yang hanya menurut
dia benar. Hidup tanpa aturan yang mengikatnya. Dilingkupi perasaan moody.
§ Tidak memiliki komitmen pada realitas konkret.
Kehidupan yang dijalaninya berupa aturan kebebasan yang batasannya ada
didirinya sendiri. Tidak mempunyai pengalaman yang dijadikan pelajaran, tetapi
mengambil pengalaman dari orang lain atau dari bacaan. Dalam kehidupan realitas
dia menjaga jarak dari suatu kehidupan social yang dirinya merasa ibah, namun
dia tidak terjun langsung menanganinya. Hanya sekedar melakukan pengamatan, dan
seterusnya menjadi bahan kajian rasa kasihan kepada hal tersebut.
§ Tidak mau mengikatkan diri pada standar moral
tertentu. Cenderung mengelak dari antusiasme yang lebih mendalam karena takut
pada sesuatu yang nantinya akan menuntut lebih, tidak mau beresiko. Contoh yang
paling mudah adalah ikatan perkawinan. Perkawinan yang mengikat suami dan
istri, tidak akan dilakukan oleh orang estetik, karena kebebasan masih nomer
satu.
Orang
yang hidup dalam situasi yang seperti ini (estetik), akan berakhir pada
keputusan yang mendalam. Orang yang ada pada tahap estetik yang secara
terus-menerus merasakan situasi tanpa batas akan merasa kosong, sehingga rindu
pada suatu ikatan norma yang mengikat yang menyebabkan orang itu beralih pada
tahap etik.
Tahap etik, tahap yang kedua yang semua cirinya adalah kebalikan dari pribadi
estetik. Tahap etik ada suatu ikatan norma yang menjadi standar hidup manusia.
Ciri-cirinya adalah:
§ Terarah pada keutamaan-keutamaan moral. Bentuknya
dengan mulai mengikatkan diri pada moral tertentu sehingga hidupnya tidak hanya
untuk dirinya. Hidupnya mulai terarah kepada apa yang dicita-citakan oleh
aturan, sehingga perilakunya dikendalikan oleh aturan-aturan yang dipilihnya.
Memaksa dirinya keluar dari ego dan melihat yang lain (others) sebagai wujud
yang lebih penting. Yang lebih penting adalah yang lain.
§ Hidup mulai diisi dengan komitmen dengan
memperjuangkan nilai-nilai etis. Seorang akan malu berbicara tanpa pengalaman.
Tidak memikirkan resiko yang ditimbulkan oleh komitmen. Bentuk komitmen
contohnya adalah ikatan pernikahan.
§ Hidup tidak lagi tergantung pada realitas diluar
diri. Hidup dilakukan atas kesadaran penuh dari dirinya sendiri. Bentuknya,
seorang yang berani menentang arus.
Bila
dikaji lagi ada kebingungan yang muncul karena, ciri-ciri etik tersebut
termasuk pada teori objektivisme, padahal sejak awal ada sanggahan bahwa soren
membantah teori tersebut. Ternyata etik dan objektivitas mempunyai perbedaan,
diantaranya: pada objektif adalah manusia pada umumnya, sedangkan pada etik
adlah seseorang yang butuh akan sesuatu yang lebih baik. Bila objektif aadlah
sesuatu yang baik, maka orang itu terserah mengikutinya atau tidak, sedangkan
etik adalah kita yang bisa menilai itu baik sehingga bersedia mengikutinya.
Soren
Kierkegaard mengutarakan bahwa tahap etik merupakan tahap dimana manusia belum
menjadi sesuatu yang berharga karena pada tahap ini seorang dengan kepribadian
etik hanya sebagai penonton jika diibaratkan pada sebuah pertunjukkan.
Tahap
yang terakhir: Tahap Religius. Yang
mempunyai makna lebih dari yang lain (more than others). Yang berciri-ciri
sebagai berikut:
§ Mulai denga hidup dalam situasi penyerahan total
kepada kekuatan-kekuatan diluar diri. Beraani hidup dalam iman. Iaman adalah
percaya pada Tuhan yang telah menciptakan, percaya pada sesuatu yang berbanding
terbalik dengan rasional, percaya pada sesuatu yang belum diketahui secara
logika. ‘Bila iman itu bisa dirasionalkan berarti seseorang tersebut belum
beriman’. Motivasi dasarnya adalah bagaimana menjalankan kehendak-kehendak
Tuhan. Sperti melakukan periabadatan yang aneh bila dipandang orang lain,
tetapi hal itu dilakukan atas dasar kehendak Tahun.
§ Iman sebagi salah satu komitmen. Komitmen pada
sesuat yang tidak jelas dan sekaligus bersifat paradoksal, percaya pada dua hal
yang bertentangan. Hidup melawan arus kebanyakan manusia. Orang yang sangat
taat kepada agama memang dipandang aneh oleh dunia.
§ Kesanggupan untuk hidup dalam penderitaan. Hidup
yang menderita seperti yang digambarkan kematian isa untuk umatnya. Cotoh pendekar
iman adalah tokoh agama.
Saya
dapat menyimpulkan sendiri bahwa teori eksistensi beliau ini, terjadi
dikalangan umum yang awal mulanya tidak ada kaitannya dengan agama, namun dalam
kehidupan sekarang seorang yang beragama pun bisa menjadi kelompok manusia
tahap estetik. Tahap manusia yang paling tinggi bisa dikatakan bila seorang
tersebut manjdi pemuka agama. Namun dalam kehidupan social yang terpenting
adalah tahap etik, karena sebagi symbol
bahwa kita sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri.
Eksistensial Henry Bergson
Henry
bergson menciptakan filsafat hidup dari pemikirannya bahwa hidup bukan hanya
tentang mesin. Henry menyatakan bahwa hidup berasal dari sesuatu yang hidup.
Dengan demikian, henry ini menentang teori Darwin yang menyebutkan bahwa
sesuatu yang hidup berasal dari sesuatu yang tidak ada sebelumnya.
Teori
evolusi yang dikembangkannya adalah evolusi yang berkembang kesegala arah,
sedangkan berbeda dengan teori Darwin yang berkembang hanya satu arah. Evolusi
ini di dibagi dalam 3 macam, yaitu: evolusi pada tumbuhan, evolusi pada hewan
dan evolusi pada manusia.
Evolusi
pada tumbuhan akan berhenti pada pada puncak kesadaran.
Sedangkan
evolusi pada hewan akan berhenti pada puncak insting/naluri. Naluri hewan adalah
daya bawaan untuk memanfaatkan alat-alat organis, suatu sistem yang cara
kerjanya otomatis, spontanitas dan pemabaruan. Yang diarahkan untuk kepentingan
kelompok sebagai identitas sebagi kesatuan jenis binatang.
Bila
evolusi yang terjadi pada manusia, adalah evolusi yang akan berhenti pada
puncak akal. Akal adalah kecakapan untuk menciptakan alat-alat organis bagi
diri manusia sendiri dan secara bebas dapat diubah. Akal berkembang karena
dorongan. Namun, akal tidak dapat menyelami hakikat hidup, karena hakikat hidup
berbeda dengan konsep akal/rasio yang hanya dapat memotret suatu hal. Suatu hal
tersebut tidak dapat dijelaskan secara menyeluruh. perumapamaan alat potret
tersebut sama dengan sinematografi. Artinya akal mampu menyusun cerita yang
bermacam-macam tetapi tidak dapat menggambarkan gerak perjalanan hidup. Akal
membuat seolah-olah sama. Sehingga, dalam perjalanannya akal dibantu dengan
intuisi, yaitu suatu kemampuan rohani untuk mengimbangi kerja akal.
Sesuatu
yang ptanpa kesadaran, naluri dan rasio menurut Henry Bergson adalah statis
sama halnya dengan cara kerja sinematografis. Dalam hal ini kehidupan dibantu
dengan intuisi untuk melepaskan doktrin tentang akal yang sifatnya sama, dan
terbatas pada sesuatu. Intuisi ini digunakan untuk menggambarkan keseluruhan
realitas dalam hidup. Bila digambarkan akan seperti ini.
Contoh
intuisi adalah orang yang saling mencitai, seni/ yang dilakukan seniman, dan
apa-apa yang dilakukan agama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa intuisi
adalah suatu yang amat penting bagi manusia sebagai rasa yang muncul untuk
melakukan hal yang diluar akal namun sesuai dengan keinginan kehidupan.
Eksistensial M. Iqbal
Seorang
tokoh pemabaharu dalam islam yang terkenal dalam pemikirannya yaitu: hidup
manusia adalah suatu perjalanan. Sama halnya dengan soren teori eksistensinya
ini mempunyai tiga tahap namun cakupan-cakupannya berbeda dengan soren.
Tahap
pertama yaitu taat kepada hukum.
Beliau contohkan seperti unta yang senantiasa taat kepada tuannya, seperti
orang dalam agama. Dalam jangka waktu yang lama yang terjadi adalah
mengorbankan kebebasannya, sehingga muncul istilah menjadi tidak otentik, objektivitas
tanpa dasar (tidak menjadi diri sendiri).
Tahap yang kedua yaitu control diri (bentuk dari kesadaran diri). Mulai mempersoalkan
dirinya sebagai subjek, rasa ingin dihargai. Dalam jiwanya menjadi memberontak
karena selama ini hanya dijadikan objek. Muncul kesadaran hidup yang datang
dari diri sendiri. Hukum menjadi bagian dirinya bukan dari luar, hukum
diikatkan karena kita yang mengikatnya bukan kita yang diikat oleh hukum. Sehingga, ada rasa kuat dan tegar karena
hidupnya bersama Tuhan.
Tahap
yang terakhir adalah menjadi kholifah
(wakil Tuhan). Namun, kesiapan tersebut datag dari dalam dirinya, bukan
motivasi atau mewujudkan keinginan orang lain. Tugas yang dilakukannya bukan
hanya untuk memperbaiki dirinya sendiri, namun beban umat yang akan disandarkan
kepadanya atas kemauannya sendiri tanpa ada rasa paksaan atau terpaksa. Sudah
menjadi kewajiban yang mendarahdaging menyatu dalam jiwanya.
Teori
eksistensi M. Iqbal ini saya dapat mengungkapkan bahwa orientasinya adalah kaum
beragama. Karena dasar taat pada hukum adalah agama. Bila seseorang itu
dilahirkan dari keluarga yang beragama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar